Kamis, Juli 23, 2009

UU No. 23 Tahun 2006 : PENGARUHNYA TERHADAP KELANCARAN PELAKSANAAN TUGAS2 BHP


Banyak yang beranggapan bahwa dengan pemberlakuan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, tugas-tugas BHP menjadi mandul. Tidak hanya dikalangan pegawai Catatan Sipil, tapi termasuk rekan-rekan sejawat saya di BHP Semarang. Mandulnya tugas BHP itu dipicu oleh Ketentuan Penutup pada Pasal 106 undang-undang tersebut yang berbunyi :

“ Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku :
a. Buku Kesatu Bab Kedua Bagian Kedua dan Bab Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek voor Indonesie, Staatsblad 1847 : 23) ;
b. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Eropa (Reglement op het Holden der Registers van den Burgelijken Stand voor Europeanen, Staatsblad 1849 : 25 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1946 : 1361 ) ;
c. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Cina (Bepalingen voor Geheel Indonesie Betreffende het Burgelijken Handelsrecht van de Chinezean, Staatsblad 1917 : 129 jo. Staatsblad 1939 : 288 sebagaimana diubah terakhir dengan Staatsblad 1946 : 136) ;
d. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Indonesia (Reglement op het Holden van de Registers van den Burgelijken Stand Door Eenigle Groupen v.d nit tot de Onderhoringer van een Zelfbestuur, behoorende Ind. Bevolking van Java en Madura, Staatsblad 1920 : 751 jo. Staatsblad 1927 : 564) ;
e. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Kristen Indonesia (Huwelijksordonantie voor Christenen Indonesiers Java, Minahasa en Amboiena, Staatsblad 1933 : 74 jo. Staatsblad 1936 : 607 sebagaimana diubah terakhir dengan Staatsblad 1939 : 288) ;
f. Undang-Undang No. 4 Tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan Nama Keluarga (Lembaran Negara Tahun 1961 No. 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2154) ;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.”

Memang benar apabila dihubungkan dengan tugas-tugas BHP yang terdapat di dalam peraturan-peraturan sebagaimana tersebut di atas yaitu :
a. Laporan Kematian, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 jo. Pasal 360 KUH Perdata ;
b. Laporan Kelahiran anak luar nikah, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 ;
c. Laporan perkawinan kedua dan seterusnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat terakhir KUH Perdata ;
d. Laporan Pengakuan anak, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 ;
e. Laporan Perceraian, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81.
Lebih lanjut, lihat uraian saya pada Bab Kebijakan Operasional BHP yang berjudul Sumber Tugas BHP.

Menurut saya, Pasal 106 UU No. 23 Tahun 2006 hanya menegaskan bahwa dengan adanya UU tersebut maka peraturan-peraturan lama tentang Catatan Sipil menjadi tidak berlaku lagi. Namun coba disimak ketentuan Pasal 102 UU tersebut yang menyatakan :
“Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Pelaksanaan yang berkaitan dengan Administrasi Kependudukan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.”
Dalam hal ini ada surat dari Dirjen Pemerintahan Umum Dan Otonomi Daerah, atas nama Menteri Dalam Negeri, Nomor : 474/1592/PUOD tanggal 20 April 1989 Perihal : Pengiriman laporan kematian, laporan kelahiran anak luar nikah, pengakuan anak, dan perkawinan kedua dan seterusnya bagi golongan Cina dan Eropah, yang ditujukan bagi para Gubernur seluruh Indonesia. Intinya agar Gubernur memerintahkan pada Bupati dan Walikota di daerahnya agar menyampaikan dan mengirimkan laporan kematian, laporan kelahiran anak luar nikah, pengakuan anak, dan perkawinan kedua dan seterusnya bagi golongan Cina dan Eropah yang diterima dan diproses oleh Kantor Catatan Sipil kepada Balai Harta Peninggalan.
Di Jawa Timur surat dari Departemen Dalam Negeri tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Gubernur Jawa Timur dengan suratnya Nomor : 477/20506/011/1989 tanggal 9 Agustus 1989 Perihal : Pengiriman laporan kematian, laporan kelahiran anak luar nikah, pengakuan anak, dan perkawinan kedua dan seterusnya bagi golongan Cina dan Eropah, yang ditujukan bagi para Bupati dan Walikota seluruh Jawa Timur.

Apalagi apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 418a Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Barat (Burgelijk Wetboek) yang berbunyi :
“Para Kepala Pemerintah Daerah dan para pegawai Catatan Sipil diwajibkan seberapa mungkin memberikan keterangan-keterangan mereka dengan cuma-cuma, pun harus memberikan dengan cuma-cuma pula segala turunan-turunan dan petikan-petikan surat yang diminta oleh Majelis tersebut untuk kepentingan tugas yang harus mereka tunaikan; turunan dan petikan itu adalah terbebas dari bea.”
Pasal 418a ini merupakan penjabaran dari Pasal 418 KUH Perdata yang berbunyi :
“Balai-balai dan Dewan-dewan tidak boleh dikesampingkan dari segala campur tangan yang diperintahkan kepada mereka dalam ketentuan-ketentuan Undang-undang.
Segala perbuatan dan perjanjian bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal, dan tak berharga.”

Jadi demi hukum tetap ada kewajiban bagi Catatan Sipil untuk mengirim laporannya secara rutin ke BHP. Mungkin kesulitannya pada internal Catatan Sipil, karena yang dibutuhkan oleh BHP hanya pelaporan untuk Golongan Cina dan Eropah sebagaimana amanat dari Burgelijk Wetboek, padahal pada UU Administrasi Kependudukan tidak lagi perlu dibuat klasifikasi tersebut. Dengan demikian RUU Balai Harta Peninggalan perlu segera direalisasi, karena Negara wajib melindungi dan mengayomi (secara hukum) seluruh warga negaranya tanpa kecuali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar