Sabtu, Juni 21, 2008

Komentar


Tugas Pokok BHP

URAIAN TUGAS POKOK BALAI HARTA PENINGGALAN

A. PENGAMPU ATAS ANAK YANG MASIH DALAM KANDUNGAN
Manusia merupakan pengemban hak dan kewajiban, dimulai sejak lahir sampai meninggalnya yang bersangkutan. Namun ada kalanya seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya dianggap sebagai telah dilahirkan, jika kepentingan anak tersebut menghendaki demikian (Pasal 2 KUH Perdata). Ketentuan Pasal 2 KUH Perdata berkaitan erat dengan ketentuan Pasal 348 KUH Perdata yang isinya mewajibkan seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya untuk melaporkan kepada Balai Harta Peninggalan apakah ia, ketika suaminya meninggal, hamil atau tidak.
Apabila si isteri tersebut kebetulan berada dalam keadaan hamil, maka dengan sendirinya Balai Harta Peninggalan akan bertindak sebagai pengampu atas anak dalam kandungan. Sebagai pengampu maka Balai Harta Peninggalan berkewajiban :
1. Membuat Berita Acara Kehamilan ;
2. Melakukan sesuatu guna melindungi kepentingan anak dalam kandungan tersebut antara lain melakukan inventarisasi atas harta warisan yang ditinggalkan suaminya dan melayani gugat/menggugat yang kemungkinan timbul dalam warisan dimaksud.
Tugas Balai Harta Peninggalan sebagai pengampu anak dalam kandungan akan berakhir ketika anak tersebut dilahirkan. Kelahiran tersebut ada dua kemungkinan, yaitu lahir hidup atau lahir mati. Kalau seandainya anak tersebut lahir mati, maka warisan yang seharusnya akan diterima anak tersebut beralih dengan sendirinya kepada ahli waris yang lain. Sedangkan kalau anak tersebut lahir hidup, maka tugas BHP selanjutnya berubah menjadi wali pengawas.


B. PENGURUS ATAS DIRI DAN HARTA KEKAYAAN ANAK BELUM DEWASA SELAMA BAGINYA BELUM DIANGKAT WALI
Tugas ini tercantum dalam ayat terakhir Pasal 359 KUH Perdata yang bersangkut paut dengan perwalian yang diangkat/ditetapkan oleh hakim atas permohonan yang diajukan oleh keluarga terdekat si anak tersebut.
Sementara penetapan pengangkatan wali dari Pengadilan Negeri belum ada, maka kemungkinan sekali keadaan sudah mendesak agar diadakan tindakan seperlunya demi kepentingan anak belum dewasa tesebut. Dalam keadaan demikian apabila dipandang perlu Balai Harta Peninggalan mengadakan tindakan-tindakan seperlunya guna mengurus diri dan harta kekayaan anak tersebut. Tindakan-tindakan tersebut antara lain mengadakan inventarisasi atas harta kekayaan si anak serta mewakili anak tersebut dalam suatu tindakan hukum.
Tugas Balai harta Peninggalan sebagai pengurus atas diri dan harta kekayaan anak belum dewasa akan berakhir ketika wali untuknya telah diangkat/ditetapkan oleh Pengadilan Negeri. Dengan diangkatnya seorang wali, maka tugas BHP selanjutnya berubah menjadi wali pengawas.

C. WALI PENGAWAS
Tugas sebagai Wali Pengawas diatur dalam Pasal 366 KUH Perdata yang menyebutkan : “Dalam tiap-tiap perwalian yang diperintahkan di Indonesia, Balai Harta Peninggalan berkewajiban melakukan tugas Wali Pengawas”.
Adapun tugas sebagai wali pengawas, Balai Harta Peninggalan bertindak untuk mengamat-amati apakah wali melaksanakan kewajiban dengan baik atau tidak dan seberapa perlu memberikan nasehat-nasehat kepada wali untuk melakukan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Kewajiban wali yang harus diperhatikan oleh Balai Harta Peninggalan antara lain :
a. Dalam tenggang waktu 3 bulan setelah terjadinya kematian menyelenggarakan pendaftaran harta kekayaan suami/isteri (Pasal 127 KUH Perdata) ;
b. Apabila wali lalai untuk melaksanakan tugasnya tersebut, maka wali pengawas dapat memaksakan agar pendaftaran itu dilakukan (Pasal 370 ayat 2 KUH Perdata) ;
c. Menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan anak dibawah umur itu dengan baik sesuai dengan yang telah ditentukan oleh undang-undang (Pasal 371 KUH Perdata) ;
d. Tiap tahun wali berkewajiban memberikan perhitungan dan tanggung jawab atas pengurusan yang sudah dilakukan (Pasal 372 jo. 409 KUH Perdata) ;
e. Apabila wali enggan melaksanakan kewajibannya maka wali dapat diganti.
Berkaitan dengan kewajiban-kewajiban wali tersebut di atas, maka BHP mempunyai kewajiban :
1. Meminta kepada wali untuk menyelenggarakan pendaftaran harta kekayaan yang didalamnya berkepentingan anak belum dewasa ;
2. Mewakili kepentingan anak belum dewasa, apabila kepentingan mereka bertentangan dengan kepentingan walinya ;
3. Apabila diperlukan memaksakan kepada wali untuk membuat pendaftaran harta kekayaan dimaksud ;
4. Meminta kepada wali untuk menyediakan jaminan secukupnya ;
5. Meminta perhitungan dan tanggung jawab dari wali ;
6. Mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri untuk memecat wali dan mengajukan calon wali yang baru ;
7. Memberikan keterangan kepada Hakim tentang bermanfaat tidaknya penjualan barang yang didalamnya berkepentingan anak belum dewasa ;
8. Mewakili anak belum dewasa melakukan perjanjian sewa menyewa apabila penyewanya adalah wali sendiri ;
9. Memberikan kuasa kepada wali untuk bertindak sebagai penggugat maupun tergugat dalam perkara perdata guna kepentingan anak belum dewasa ;
10. Menghadiri acara pemisahan dan pembagian harta kekayaan yang didalamnya berkepentingan anak belum dewasa ;
Dari uraian kewajiban wali dan wali pengawas tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa lembaga perwalian dan wali pengawas diadakan oleh perundang-undangan demi kepentingan anak belum dewasa itu sendiri, sehingga hak-hak si anak tidak dilanggar.


D. PENGAMPU PENGAWAS
Tugas pengampu pengawas terjadi dalam hal adanya orang yang dinyatakan berada dibawah pengampuan. Tugas ini hampir sama dengan tugas sebagai wali pengawas. Tugas BHP sebagai pengampu pengawas diatur dalam Pasal 449 ayat 3 KUH Perdata.
Sementara itu Pasal 452 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang yang ditaruh dibawah pengampuan, mempunyai kedudukan yang sama dengan seseorang belum dewasa. Dengan demikian tugas BHP selaku wali pengawas sama dengan tugas BHP selaku pengampu pengawas. Ketentuan-ketentuan tentang perwalian atas anak-anak belum dewasa berlaku juga terhadap pengampuan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 452 ayat 3 KUH Perdata.
Tugas BHP selain pengampu pengawas berakhir apabila sebab-sebab yang dijadikan alasan pengampuan dimaksud telah hilang.



E. MEWAKILI DIRI, MEMBELA HAK-HAK DAN MENGURUS HARTA KEKAYAAN DAN KEPENTINGAN ORANG YANG DINYATAKAN TIDAK HADIR (AFWEZIG)
Mengenai tugas BHP sebagai pengampu atas orang yang dinyatakan tidak hadir (Afwezig) diatur dalam Pasal 463 KUH Perdata. Dari ketentuan pasal 463 KUH Perdata tersebut dapat kita ketahui unsur-unsur yang harus dipenuhi, seseorang dapat dinyatakan tidak hadir, yaitu :
1. Ada seseorang yang telah meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak diketahui dimana tempat tinggalnya yang baru, demikian pula tidak dapat dibuktikan bahwa ia telah meninggal dunia ;
2. Ketika meninggalkan tempat tinggalnya itu ia tidak menunjuk sseorang sebagai kuasa untuk mewakili dirinya maupun mengurus harta kekayaan dan kepentingannya. Atau kemungkinan ada kuasa tetapi kuasa itu tidak dapat dipergunakan lagi ;
3. Ada harta kekayaan atau kepentingan yang mendesak harus diselesaikan ;
4. Ada permohonan dari yang berkepentingan, atau tuntutan dari Kejaksaan kepada Pengadilan Negeri setempat ;
5. Adanya penetapan atau keputusan Pengadilan Negeri yang menyatakan tentang ketidakhadiran tersebut.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Balai Harta Peninggalan baru ikut campur dalam hal orang tidak hadir (afwezigheid) apabila sudah ada penetapan atau putusan dari Pengadilan Negeri.
Teknis pelaksanaan yang dilakukan oleh BHP dalam mengelola harta kekayaan orang tidak hadir, yang diserahi tugas untuk mewakili diri, membela hak-hak dan pengurus harta kekayaan serta kepentingan orang tidak hadir :
a. Setelah BHP menerima turunan resmi tentang penetapan atau putusan ketidakhadiran dari Pengadilan Negeri, maka BHP segera memberitahukan kepada masyarakat melalui iklan pengumuman pada 2 surat kabar lokal dan nasional serta pada Berita Negara RI ;
b. Setelah jangka waktu 14 hari sejak iklan pengumuman ternyata tidak ada masyarakat atau pihak ketiga yang berkeberatan, maka BHP segera memberitahukan hal itu kepada instansi-instansi pemerintah terkait yang ada hubungannya dengan diri atau harta kekayaan orang tidak hadir yaitu Pengadilan Negeri, Kantor Pertanahan, Kejaksaan, BPK, dan lain-lain.
c. Melakukan inventarisasi atas harta kekayaan orang tidak hadir (Pasal 464 KUH Perdata) dan membuat perjanjian sewa menyewa dengan pemohon penetapan/yang berkepentingan.
d. Mewakili diri dan membela hak-hak orang yang tidak hadir itu baik di dalam maupun diluar pengadilan ;
e. Apabila kepentingan boedel menghendaki, Balai Harta Peninggalan dapat melakukan penjualan atas harta kekayaan orang yang tidak hadir itu setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari Pengadilan Negeri setempat dan Menteri Hukum dan HAM RI.
f. Apabila dalam tenggang waktu 30 tahun oarng yang dinyatakan tidak hadir tidak muncul juga, maka hasil penjualan harta kekayaan itu diserahkan/disetor ke Kas Negara, setelah terlebih dahulu diperoleh persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

F. PENGURUS HARTA PENINGGALAN TAK TERURUS (ONBEHEERDE NALATENSCHAP)
Tugas BHP selaku pengampu atas harta Peninggalan tak ada kuasanya atau tak terurus diatur dalam Pasal 1126 KUH Perdata.Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi, adanya harta tak terurus atau tiada kuasanya, yaitu :
1. Ada seseorang yang meninggal dunia, dibuktikan dengan surat keterangan kematian atau Akta Kematian ;
2. Orang yang meninggal tersebut tidak ada ahli waris atau si ahli waris menolak warisan ;
3. Orang yang meninggal tidak ada meninggalkan Surat Wasiat.
Adapun teknis pelaksanaan yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan adalah :
a. Setelah BHP menerima laporan resmi dari Lurah/Camat setempat tentang adanya orang yang meninggal tanpa ahli waris, atau adanya putusan pengadilan, atau adanya penolakan warisan dari ahli waris, maka BHP segera memberitahukan kepada masyarakat dengan iklan pengumuman di 2 surat kabar lokal dan nasional serta Berita Negara RI ;
b. Setelah jangka waktu 14 hari sejak iklan pengumuman ternyata tidak ada masyarakat atau pihak ketiga yang berkeberatan, maka BHP segera memberitahukan hal itu kepada instansi-instansi pemerintah terkait yang ada hubungannya dengan diri atau harta kekayaan orang tidak hadir yaitu Pengadilan Negeri, Kantor Pertanahan, Kejaksaan, BPK, dan lain-lain.
c. Melakukan inventarisasi atas harta kekayaan orang tidak hadir dan membuat perjanjian sewa menyewa dengan pemohon penetapan/yang berkepentingan.
d. Mewakili diri dan membela hak-hak orang yang tidak hadir itu baik di dalam maupun diluar pengadilan ;
e. Apabila kepentingan boedel menghendaki, Balai Harta Peninggalan dapat melakukan penjualan atas harta kekayaan orang yang tidak hadir itu setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari Pengadilan Negeri setempat dan Menteri Hukum dan HAM RI ;
f. Apabila dalam tenggang waktu 30 tahun orang yang dinyatakan tidak hadir tidak muncul juga, maka hasil penjualan harta kekayaan itu diserahkan/disetor ke Kas Negara, setelah terlebih dahulu diperoleh persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Jadi sebenarnya untuk Harta Tak Terurus proses pengurusan oleh BHP hampir sama dengan Ketidakhadiran, hanya berbeda kedudukan hukumnya.


G. KURATOR KEPAILITAN
Berdasar Pasal 70 UU No. 37/2004, BHP dimungkinkan diserahi tugas sebagai pengampu atas budel pailit. Adapun tugas kurator adalah :
I. Tahap Pengurusan
Mengumumkan putusan Pengadilan Niaga dlm 2 (dua) surat kabar harian dan Berita Negara RI (Ps. 15 ayat 4 UU No. 37/2004) ;
Membuat inventarisasi harta kekayaan pailit / pendaftaran budel pailit (Ps. 100 UU No. 37/2004) ;
Memanggil para kreditur untuk mendaftarkan tagihannya (Ps. 86 ayat 3 UU No. 37/2004) ;
Mengadakan rapat pencocokan piutang / rapat verifikasi (Ps.114 UU No. 37/2004) ;
II. Tahap Pemberesan
Melakukan penagihan atas piutang-piutang si pailit (jika ada) ;
Melakukan penjualan atas harta kekayaan si pailit (Ps. 184 & 185 UU No. 37/2004);
Membuat daftar pembagian (Ps. 189 ayat 1 & 2 UU No. 37/2004) ;
Melakukan pembayaran terhadap kreditur yang diakui (Ps. 189 ayat 4 jo. Ps. 201 UU No. 37/2004) ;
Mengumumkan berakhirnya kepailitan dalam 2 (dua) surat kabar harian dan Berita Negara RI (Ps. 202 ayat 2 UU No. 37/2004) ;
Memberikan perkiraan pertanggung jawaban kepada Hakim Pengawas (Ps. 202 ayat 3 UU No. 37/2004) ;
Menyerahkan buku dan dokumen mengenai harta pailit kepada debitor (Ps. 202 ayat 4 UU No. 37/2004) ;
Dengan terpenuhinya semua tahap pemberesan berakhirlah tugas Kurator, dan bagi debitur pailit berhak mengajukan permohonan rehabilitasi kepada pengadilan yang memutus pailit (Ps. 215 UU No. 37/2004).

Kebijakan Operasional BHP

KEBIJAKAN OPERASIONAL BALAI HARTA PENINGGALAN

A. TUGAS POKOK BHP
Adapun kebijakan operasional / tugas pokok Balai Harta Peninggalan dapat diperinci sebagai berikut :
1. Pengampu atas anak yang masih dalam kandungan (Pasal 348 KUH Perdata) ;
2. Pengurus atas diri pribadi dan harta kekayaan anak-anak yang masih belum dewasa, selama bagi mereka belum diangkat seorang wali (Pasal 359 ayat terakhir KUH Perdata) ;
3. Sebagai wali pengawas (Pasal 366 KUH Perdata) ;
4. Mewakili kepentingan anak-anak belum dewasa dalam hal adanya pertentangan dengan kepentingan wali mereka (Pasal 370 ayat terakhir KUH Perdata jo. Pasal 25a Reglement voor Het Collegie van Boedelmeesteren) ;
5. Mengurus harta kekayaan anak-anak dewasa dalam hal pengurusan itu dicabut dari wali mereka (Pasal 338 KUH Perdata) ;
6. Melakukan pekerjaan dewan perwalian (Besluit van den Gouverneur Generaal tanggal 25 Juli 1927 No. 8 Stb. 1927 - 382) ;
7. Pengampu pengawas dalam hal adanya orang-orang yang dinyatakan berada di bawah pengampuan (Pasal 449 KUH Perdata) ;
8. Mengurus harta kekayaan dan kepentingan orang yang dinyatakan tidak hadir (Pasal 463 KUH Perdata) ;
9. Mengurus atas harta peninggalan yang tak ada kuasanya (Pasal 1126, 1127, 1128 dan seterusnya KUH Perdata) ;
10. Menyelesaikan boedel kepailitan (Pasal 70 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004) ;
11. Mendaftar dan membuka surat-surat wasiat (Pasal 41, 42 OV dan Pasal 937, 942 KUH Perdata) ;
12. Membuat surat keterangan waris bagi golongan Timur Asing selain Cina (Pasal 14 ayat 1 Instructie voor de Gouvernements Landmeters in Indonesie Stb. 1916 No. 517).


B. SUMBER TUGAS BHP
Adapun sumber tugas Balai Harta Peninggalan berasal dari 2 (dua) instansi pemerintah lainnya, yaitu Pengadilan Negeri setempat dan Kantor Catatan Sipil, dan dari Notaris.
Dengan Pengadilan Negeri, antara lain dalam hal :
1) Putusan Pailit ;
2) Penetapan atau putusan ketidakhadiran (Afwezigheid) ;
3) Penetapan pengangkatan wali ;
4) Penetapan harta tak terurus (Onbeheerde) ;
5) Penetapan ijin jual.
Dengan Kantor Catatan Sipil, dalam hal :
Laporan Kematian, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 jo. Pasal 360 KUH Perdata ;
Laporan Kelahiran anak luar nikah, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 ;
Laporan perkawinan kedua dan seterusnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat terakhir KUH Perdata ;
Laporan Pengakuan anak, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 ;
Laporan Perceraian, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81.

Khusus mengenai perwalian, dengan diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana pada Bab XI pasal 50 s/d 54 juga kita jumpai pengaturannya, akan tetapi dalam Bab ini tidak kita temui satu pasal pun yang mengatur mengenai lembaga Balai Harta Peninggalan baik dalam kedudukannya sebagai wali pengawas maupun sebagai wali sementara sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Namun dengan jembatan Pasal 66 UU No. 1/1974, ketentuan mengenai wali pengawas (Pasal 366 KUH Perdata) dan ketentuan mengenai wali sementara (Pasal 349 KUH Perdata) tetap berlaku.
Sedangkan dengan Notaris, dalam hal :
- Membuka wasiat tertutup, baik berupa wasiat olografis yang tertutup (Ps. 937 jo. Ps. 942 KUH Perdata) maupun wasiat rahasia (Ps. 940 jo. Ps. 942 KUH Perdata).
Balai Harta Peninggalan dalam hal ini hanya membuat Berita Acara Pembukaan wasiat tertutup saja, tetapi tidak menyangkut isinya. Isi wasiat tetap menjadi kewajiban notaris untuk pelaksanaannya lebih lanjut.

Jumat, Juni 20, 2008

Sejarah Terbentuknya BHP

Keberadaan Balai Harta Peninggalan di Indonesia telah ada sejak ± 382 tahun lalu. Sejarah dan pembentukan Balai Harta Peninggalan dimulai dengan masuknya bangsa Belanda ke Indonesia, yang pada mulanya mereka datang sebagai pedagang. Dalam dunia perdagangan di Indonesia mereka bersaing dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti Cina, Inggris, Pakistan yang memiliki armada-armada besar. Untuk menghadapi persaingan tersebut orang-orang Belanda kemudian pada tahun 1602 mendirikan suatu perkumpulan dagang yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Companie disingkat VOC, yang oleh bangsa kita dikenal Kompeni.

Pendirian VOC ini mendapat restu dan pengesahan oleh Pemerintah Belanda serta diperbolehkan membentuk angkatan perang untuk berperang dan memerintah daerah yang ditaklukkan. Demikian VOC disamping berdagang juga mempunyai maksud lain yaitu melakukan penjajahan terhadap daerah-daerah yang ditaklukkan.

Lama kelamaan kekuasaan VOC di Indonesia semakin meluas, maka akhirnya timbullah kebutuhan bagi para anggotanya khususnya dalam mengurus harta kekayaan yang ditinggalkan oleh mereka bagi kepentingan para ahli waris yang berada di Nederland, anak-anak yatim piatu dan sebagainya. Untuk menanggulangi kebutuhan itulah akhirnya oleh Pemerintah Belanda dibentuk suatu lembaga yang diberi nama Wees-en Boedelkamer atau Weskamer (Balai Harta Peninggalan), pertama kali didirikan di Jakarta yakni tanggal 1 Oktober 1624. Sedangkan pendirian BHP didaerah lain sejalan pula dengan kemajuan-kemajuan territorial yang dikuasai VOC, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang VOC.

Sampai saat ini di Indonesia hanya ada 5 Balai Harta Peninggalan, yaitu di Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang. Khusus wilayah kerja Balai Harta Peninggalan Surabaya meliputi 4 propinsi yaitu : Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah.