Sabtu, Juni 21, 2008

Kebijakan Operasional BHP

KEBIJAKAN OPERASIONAL BALAI HARTA PENINGGALAN

A. TUGAS POKOK BHP
Adapun kebijakan operasional / tugas pokok Balai Harta Peninggalan dapat diperinci sebagai berikut :
1. Pengampu atas anak yang masih dalam kandungan (Pasal 348 KUH Perdata) ;
2. Pengurus atas diri pribadi dan harta kekayaan anak-anak yang masih belum dewasa, selama bagi mereka belum diangkat seorang wali (Pasal 359 ayat terakhir KUH Perdata) ;
3. Sebagai wali pengawas (Pasal 366 KUH Perdata) ;
4. Mewakili kepentingan anak-anak belum dewasa dalam hal adanya pertentangan dengan kepentingan wali mereka (Pasal 370 ayat terakhir KUH Perdata jo. Pasal 25a Reglement voor Het Collegie van Boedelmeesteren) ;
5. Mengurus harta kekayaan anak-anak dewasa dalam hal pengurusan itu dicabut dari wali mereka (Pasal 338 KUH Perdata) ;
6. Melakukan pekerjaan dewan perwalian (Besluit van den Gouverneur Generaal tanggal 25 Juli 1927 No. 8 Stb. 1927 - 382) ;
7. Pengampu pengawas dalam hal adanya orang-orang yang dinyatakan berada di bawah pengampuan (Pasal 449 KUH Perdata) ;
8. Mengurus harta kekayaan dan kepentingan orang yang dinyatakan tidak hadir (Pasal 463 KUH Perdata) ;
9. Mengurus atas harta peninggalan yang tak ada kuasanya (Pasal 1126, 1127, 1128 dan seterusnya KUH Perdata) ;
10. Menyelesaikan boedel kepailitan (Pasal 70 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004) ;
11. Mendaftar dan membuka surat-surat wasiat (Pasal 41, 42 OV dan Pasal 937, 942 KUH Perdata) ;
12. Membuat surat keterangan waris bagi golongan Timur Asing selain Cina (Pasal 14 ayat 1 Instructie voor de Gouvernements Landmeters in Indonesie Stb. 1916 No. 517).


B. SUMBER TUGAS BHP
Adapun sumber tugas Balai Harta Peninggalan berasal dari 2 (dua) instansi pemerintah lainnya, yaitu Pengadilan Negeri setempat dan Kantor Catatan Sipil, dan dari Notaris.
Dengan Pengadilan Negeri, antara lain dalam hal :
1) Putusan Pailit ;
2) Penetapan atau putusan ketidakhadiran (Afwezigheid) ;
3) Penetapan pengangkatan wali ;
4) Penetapan harta tak terurus (Onbeheerde) ;
5) Penetapan ijin jual.
Dengan Kantor Catatan Sipil, dalam hal :
Laporan Kematian, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 jo. Pasal 360 KUH Perdata ;
Laporan Kelahiran anak luar nikah, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 ;
Laporan perkawinan kedua dan seterusnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat terakhir KUH Perdata ;
Laporan Pengakuan anak, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81 ;
Laporan Perceraian, sebagaimana diatur dalam Stbl. 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81.

Khusus mengenai perwalian, dengan diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mana pada Bab XI pasal 50 s/d 54 juga kita jumpai pengaturannya, akan tetapi dalam Bab ini tidak kita temui satu pasal pun yang mengatur mengenai lembaga Balai Harta Peninggalan baik dalam kedudukannya sebagai wali pengawas maupun sebagai wali sementara sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Namun dengan jembatan Pasal 66 UU No. 1/1974, ketentuan mengenai wali pengawas (Pasal 366 KUH Perdata) dan ketentuan mengenai wali sementara (Pasal 349 KUH Perdata) tetap berlaku.
Sedangkan dengan Notaris, dalam hal :
- Membuka wasiat tertutup, baik berupa wasiat olografis yang tertutup (Ps. 937 jo. Ps. 942 KUH Perdata) maupun wasiat rahasia (Ps. 940 jo. Ps. 942 KUH Perdata).
Balai Harta Peninggalan dalam hal ini hanya membuat Berita Acara Pembukaan wasiat tertutup saja, tetapi tidak menyangkut isinya. Isi wasiat tetap menjadi kewajiban notaris untuk pelaksanaannya lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar